Mengenal Sosok Goldziher dan Pemikiran Barat-Nya terhadap Sunnah dan Hadis
Ignaz Goldziher merupakan salah satu tokoh yang mempunyai gaya berfikir antara barat dan timur, tapi hampir selalu barat, atau biasa disebut sebagai tokoh Orientalisme. Dia lahir pada tanggal 22 juni 1850 di kota Budapest Hungaria. Dia merupakan seorang dari keturunan Yahudi yang terkemuka. Hidup nya tidaklah istimewa, hanya dengan suasana sejuk dan damai yang fokus dalam kerja ilmiah murni. Dia adalah tokoh rientalisme ke enam yang pernah tinggal di Indonesia, Snock Hurgronje dan banyak medalami tentang keislaman.
Di umurnya yang ke dua belas tahun dia mampu menghasilkan sebuah karya dengan judul "The Origins and Classification of the Hebrew Prayer",. Kemudian dia lanjut studinya dengan mengikuti lembaga kursus filsafat dan kitab-kitab klasik di Universitas Bupadest dengan naungan ahli bahasa Ketimuran bernama Arnimius Vambery. Pada tahun 1868 sampai 1870 dia melanjutkan kajianya dengan mengalihkan terhadap persoalan-persoalan yang berhubungan dengan sejarah Yahudi dan Islam yang dipimpin dua guru besarnya, Abraham Geider dan Moritz Steinschneider. Dia telah menghasilkan beberapa karya, salah satunya yaitu "Muhammedanischenai Sejarah Agama Islam Secara Umum dan Khususnya Tentang Hadits".
Masuk pada pemikiran barat Ignaz Goldziher terhadap Sunnah dan Hadis. Menurutnya, Islam itu seperti Agama Yahudi. Dia tidak meyakini ulama Islam mengenai hadis yang dibawa oleh Nabi Saw, baik perkataan, perbuatan dan penetapan atas perbuatan sahabat. Menurutnya hadis hanya sebuah produk yang berkembang dalam aspek keagamaan, sejarah maupun sosial yang telah muncul sejak abad ke dua Hijriyah. Pendapatnya bertentangan dengan ulama hadis dan ushul fiqh. Menurut ulama hadis dan ushul fiqh keduanya adalah bersumber dari Nabi Saw, sedangkan menurutnya keduanya adalah ilmu teoritis dan sunnah adalah peraturan praktis yang bukan bersumber dari Nabi Saw, melainkan hanya sebuah tradisi Arab kuno yang selalu terpelihara dalam Islam.
Sunnah dan Hadis baginya adalah dua konsep yang tidak identik, yakni hanya rangkaian sanad yang dibawa dari generasi ke generasi zaman sahabat, dan sunnah sebagai norma dalam kehidupan. Pendapatnya ditolak oleh ulama Muslim, karena sudah jelas bahwa sunnah dan teoritis itu sudah ada buktinya sejak zaman Rasulullah Saw. Disini Ignaz Goldziher mempunyai beberapa pandangan terhadap matan hadis, pertama, dia menganggap hadis adalah produk kreasi kaum terbelakang, karena kodifikasinya baru terjadi setelah beberapa abad setelah Nabi Saw wafat. Dia juga mengatakan bahwa penulisan hadis lebih banyak dari pada pelarangan mengandalkaan hafalan.
Kedua, Ignaz Goldziher menganggap bahwa Hadits yang disandarkan pada Nabi Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan Hadits klasik bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal
dari perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Nabi Saw. Baginya, hampir tidak mungkin bahkan kecil keyakinan untuk
menyaring sedemikian mungkin banyak materi Hadits, sehingga hanya sedikit hadis yang diperoleh dan benar orisinil dari Nabi atau generasi sahabat di
awal Islam.
Ketiga, dia beranggapan bahwa tradisi penulisan Hadits merupakan pengadopsian dari gagasan besar agama Yahudi yang mana didalamnya terdapat larangan atas penulisan aturan Agama. Namun ternyata
pemahaman yang keliru tersebut masih juga mendapat dukungan dari sebagian
kaum Muslimin sendiri walaupun bertentangan dengan fakta yang ada.
Menurutnya dukungan kaum Muslimin tidak bisa terlepas dari
kepentingan ideologis, karena kaum Muslimin tidak memiliki bukti yang
menunjukkan bahwa Nabi Saw mencatat riwayat-riwayat selain al Qur’an serta tidak ada bukti bahwa penulisan Hadits itu sudah terjadi sejak awal
Islam.
Keempat, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa redaksi atau matan Hadits yang
diriwayatkan para perawi Hadits dinilai tidak akurat, karena mereka lebih
menitik beratkan pasa aspek makna Hadits sehingga para ahli bahasa merasa
enggan menerima periwayatan Hadits disebabkan susunan bahasanya tergantung
pada pendapat perawinya.
Pendapat Goldziher dalam kitab madzahib tafsir al islami bahwa terdapat
tiga faktor utama yang menyebabkan kekacauan teks al Qur'an, yaitu, tidak autentiknya teks al Qur'an. Bagi nya al Qur'an adalaah coppy paste dari kitab Samawi. Kemudian Inkonsistensi teks al Qur'an, Goldziher menilai bahwa kekacauan dan
inkonsistensi teks tidak ditemukan pada kitab-kitab terdahulu sebagamana ditemukan dalam al Qur'an. Namun dia tidak konsisten dalam berpendapat, dia berkata bahwa Taurat juga turun dengan berbagai bahasa dalam satu waktu. Kemudian tidak adanya unifikasi teks al Qur'an, Goldziher menganggap bahwa pada era tahap awal adanya penafsiran, para
ulama belum terpikirkan maupun terbesit untuk menyeragamkan teks al Qur’an beserta qira’atnya. Kemudia yang terakhir adalah Goldziher menganggap bahwa al Qur'an itu sepadan dengan bible.
Komentar
Posting Komentar